Sabtu, 25 Januari 2014

Kajian Historis Amis: Malem Mingguan Sebagai Warisan Budaya Kaum Pagan



Halo selamat datang! Salam sejahtera untuk kalian berdua yang sedang membaca tulisan ini. Iya, Kalian. Kamu entah siapa plus sesuatu di belakangmu. Lihat kagak? Kagak? Tengok belakang dulu deh . . . . .
Udah kelihatan? Yak. Baiklah sekarang kamu tahu ada panu di punggungmu. Yang setia menemanimu kemanapun kamu pergi dan dimanapun kamu kini. Walau kamu cuma lagi mojok dikamar menghindar dari hingar bingar pesta mingguan yang disebut oleh para kaum pagan sebagai malem mingguan, si panu akan tetap menemanimu tanpa embel-embel ngambek trus bilang “aku nggak papa”.
Tentunya kamu udah tahu dan nggak usah saya ingatkan lagi sekarang hari apa, karena HP-mu senantiasa mengingatkanmu dikala tiap menit ngecek inbox yang sepi dan penuh air mata itu. Tapi bagi yang anda nggak punya HP dan sekarang lagi browsing blog lewat telepati, saya bantu ingatkan bahwa hari ini adalah hari sabtu, atau sebut aja malem minggu (Jika tulisan ini kalian baca di hari lain, anggap saja hari ini malem minggu, oke? siap? . . . . tatap tulisan ini . . . fokus . . . dan anda anggap menganggap hari ini malem minggu . . . 1 . . .2 . . .3 . . . Yak.)


Seperti yang barusan tadi dibilang, sudah menjadi rahasia umum bahwa hari ini diperingati sebagai hari raya malem minggu oleh para kaum pagan. Kalau kamu nggak tahu kaum pagan, Itu loh kaum jaman jurrasic yang nggak ada kolom agama-agamaan di KTP mereka, jaman iPad masih terbuat dari batu dan kapur, jaman para mahasiswa berbondong-bondong dan beberapa saling gendong naik ke gedung DPR sambil meneriakkan aspirasi mereka yang berbunyi: “Turunkan gedung DPR! Turunkan gedung DPR! Biar kita bisa turun dari sini! Turuuunkaaan!”. Oh, oke yang terakhir itu jaman reformasi, bukan jaman yang dimaksud, jadi abaikan saja. Menurut om wikipedia yang kata para penggiat akademis dan penggiat amis-amis disebut-sebut tidak begitu valid, kaum pagan adalah suatu kaum yang menganut paganisme. Paganisme yaitu ajaran yang dianut oleh kaum pagan. Sedangkan kaum pagan adalah . . . . . Lah, kok muter. Tsaaaahhh, sudah ah berputar-putarnya, pusing. Cukup bumi dan kenangan tentangmu aja yang terus berputar. Oke serius, paganisme adalah sebuah kepercayaan/praktik spiritual pada zaman kuno yang percaya bahwa terdapat lebih dari satu dewa dan dewi di dunia ini yang bertindak sebagai pengatur jalannya kehidupan. Untuk media penyembahan, biasanya mereka menyembah poster Miyabi patung-patung, seperti yang ada di Mesir Kuno, Yunani Kuno, Romawi Kuno, dan lain-lain itu loh. Dewa paling agung bagi mereka yaitu Dewa RA selaku dewa matahari. Ritual pemujaan terhadap Dewa RA ini biasanya (kalo dulu sih, seingat saya, maaf kalo salah, maaf aku telah mengkhianatimu dan berpaling pada yang lain) dilakukan seharian penuh. Karena itu mereka meliburkan diri dari segala pekerjaan dan urusan di satu hari tersebut. Hari itu kemudian disebut sebagai hari minggu atau sunday. Sun artinya cium :* , hasssh, sun artinya matahari dan day artinya hari. Bisa diterjemahkan secara harfiah, alamiah, dan basah sebagai hari yang dikhususkan untuk menyembah sang dewa matahari, RA.

Dewa RA yang diabadikan dalam kartu Yu-Gi-Oh!

Lalu apa hubungan malem minggu sama kaum pagan? Mungkin begitu pertanyaan yang muncul di benak kalian bagi yang tadi tidak membaca dengan seksama. Dan mungkin bagi yang tadi membaca dengan seksama serta serius menganalisis pasti udah tahu jawabannya kemudian sekarang pergi dari halaman ini, termotivasi menjadi orang jenius, lalu diberi gelar doktor honoris causa oleh salah satu perguruan tinggi tidak bernama di negeri ini. Tetap tenang bagi yang masih stay membaca tulisan tak beradab ini karena saya akan menjawab pertanyaan itu sebentar lagi. Setelah pesan-pesan berikut ini . . . . .




“Manfaatkanlah waktumu sebaik mungkin. Jangan sia-siakan waktumu untuk hal yang tak berguna, ngebaca blog ini misalnya” – Confuckcius, Filsuf KW2 China.





                Woke kembali lagi bersama tulisan saya. Hanya tulisan karena wujud saya yang sebenarnya sedang sibuk bersantai di suatu tempat indah yang jauh dari jangkauan masa lalu. Kembali ke topik, hubungan malem minggu dengan kaum pagan tentunya tak hanya sebatas kekasih gelap atau bahkan cuma gebetan tanpa jadian. Hubungan malem minggu dengan kaum pagan lebih kuat dan kental daripada itu. Malem minggu seakan menjadi istri ke nol (lebih dicintai dari istri pertama) bagi para kaum pagan. Begitu disayang-sayang karena dia menjadi simbol kebebasan dari hiruk pikuk pekerjaan sehari-hari. Begitu dikagum-kagumi karena dia menjadi awal kebahagian untuk menyembah sang matahari pujaan di hari minggu. Keantusiasan kaum pagan terhadap malem minggu pada jaman dulu disalurkan lewat update status dan menyinggung para kaum-kaum jomblo. Eh itu sekarang nding, kalo jaman dulu sih disalurkan lewat berkumpul nyanyi-nyanyi, menari, dan bertukar cerita dengan tetangga. Sambil minum-minum bir dan makan bersama juga bisa. Pokoknya mereka melepas stres agar di hari minggu tanpa beban pikiran dan penuh totalitas melakukan ritual penyembahan.
                Jelaslah sudah sekarang hubungan malem minggu dengan para kaum pagan. Ternyata mereka saudaraaaaah! *zoom in* ,*bicara dalam ati*, “aku nggak bisa biarin semua ini didengar banyak orang, atau harta warisan itu tak bisa jadi milikku, cih” *zoom out* ,*taruh racun di minumannya*. Bzzzzzt. Hubungan sebenarnya mereka memang saudara, karena malem minggu sudah seperti anak yang dilahirkan dari kepercayaan kaum pagan. Malem minggu yang jaman dulu kemudian mempunyai cucu cicit sampai dikenal dengan budaya malem mingguan yang kita kenal sekarang. Pemandangan berupa pasangan muda-muda yang saling pegangan tangan, makan malam, jalan-jalan, tebas-tebasan, bunuh-bunuhan kerap terlihat di tiap sudut kota dan losmen dikala malem minggu. Bagi yang enggak pacaran, mereka berkumpul di tempat-tempat gaul untuk sekedar berkumpul dan nongkrong. Tak lupa pula check-in via gamebot atau tamagochi biar eksis di mata khalayak ramai. Diantara kedua kelompok yang aktif di malem minggu tersebut ada kelompok yang begitu revolusioner memberi gebrakan baru pada malem minggu. Mereka berdiam diri di kamar sambil berfilsafat!!!!!!!. Wuihhh, hebat kan. Kelompok penyendiri ini biasanya mengelak dari tuduhan sebagai seorang jomblo gabut dan lebih memilih untuk berargumen bahwa mereka sedang memanfaatkan waktu sebaik mungkin tanpa hura-hura yang nggak penting.
                Terlepas dari bahasan termasuk yang manakah kelompokmu, hal tersebut bukanlah masalah yang penting. Masing-masing individu punya cara tersendiri untuk menggunakan waktunya. Ada kalanya kita memadu kasih, ada kalanya kita berbagi cerita pedih, dan ada kalanya kita sendirian istirahat dari letih. Semua kegiatan yang dilakukan tidak ada yang buruk, baik semua kok. Bagi yang merayakan malem mingguan berarti telah menjaga kelestarian budaya nenek moyang kita. Lalu bagi yang menyendiri dan tidak merayakan berarti sudah membuat sebuah gebrakan modern dari tradisi primitif itu tadi. Bukankah itu kolaborasi unik yang saling melengkapi?
Yuhuuu. Begitulah. Berakhir sudah pembahasan kajian historis amis tentang malem mingguan sebagai warisan budaya kaum pagan ini. Demigod, tidak ada unsur kesengajaan atau keseenakan untuk menyinggung kelompok tertentu.  Tulisan ini resmi hanya untuk berbagai informasi tanpa nasi atau unsur-unsur provokasi. Tapi saya minta maaf bila ada pihak yang tersinggung. Minta maaf juga bagi kelompok-kelompok yang tadi belum saya sebutkan seperti kelompok santri, kelompok pedangdut, kelompok oplosan, atau pun kelompok ekstrimis lainnya yang juga berkontribusi untuk menyemarakkan pagelaran malem minggu di seluruh penjuru dunia.
                Terimakasih sudah membacaaa~ edisi berikutnya akan dibahas tentang konspirasi malem minggu oleh para kapitalis dan mengapa saya bisa sok-sok eksis punya blog lagi. Yuhhuu, Babay~