Halo selamat
datang! Salam sejahtera untuk kalian berdua yang sedang membaca tulisan ini.
Iya, Kalian. Kamu entah siapa plus sesuatu di belakangmu. Lihat kagak? Kagak? Tengok
belakang dulu deh . . . . .
Udah
kelihatan? Yak. Baiklah sekarang kamu tahu ada panu di punggungmu. Yang setia
menemanimu kemanapun kamu pergi dan dimanapun kamu kini. Walau kamu cuma lagi
mojok dikamar menghindar dari hingar bingar pesta mingguan yang disebut oleh
para kaum pagan sebagai malem mingguan, si panu akan tetap menemanimu tanpa
embel-embel ngambek trus bilang “aku nggak papa”.
Tentunya kamu
udah tahu dan nggak usah saya ingatkan lagi sekarang hari apa, karena HP-mu
senantiasa mengingatkanmu dikala tiap menit ngecek inbox yang sepi dan penuh
air mata itu. Tapi bagi yang anda nggak punya HP dan sekarang lagi browsing
blog lewat telepati, saya bantu ingatkan bahwa hari ini adalah hari sabtu, atau
sebut aja malem minggu (Jika tulisan ini kalian baca di hari lain, anggap saja
hari ini malem minggu, oke? siap? . . . . tatap tulisan ini . . . fokus . . . dan
anda anggap menganggap hari ini malem minggu . . . 1 . . .2 . . .3 . . . Yak.)
Seperti yang
barusan tadi dibilang, sudah menjadi rahasia umum bahwa hari ini diperingati
sebagai hari raya malem minggu oleh para kaum pagan. Kalau kamu nggak tahu kaum
pagan, Itu loh kaum jaman jurrasic yang nggak ada kolom agama-agamaan di KTP
mereka, jaman iPad masih terbuat dari batu dan kapur, jaman para mahasiswa berbondong-bondong
dan beberapa saling gendong naik ke gedung DPR sambil meneriakkan aspirasi
mereka yang berbunyi: “Turunkan gedung DPR! Turunkan gedung DPR! Biar kita bisa
turun dari sini! Turuuunkaaan!”. Oh, oke yang terakhir itu jaman reformasi,
bukan jaman yang dimaksud, jadi abaikan saja. Menurut om wikipedia yang kata
para penggiat akademis dan penggiat amis-amis disebut-sebut tidak begitu valid,
kaum pagan adalah suatu kaum yang menganut paganisme. Paganisme yaitu ajaran
yang dianut oleh kaum pagan. Sedangkan kaum pagan adalah . . . . . Lah, kok
muter. Tsaaaahhh, sudah ah berputar-putarnya, pusing. Cukup bumi dan kenangan
tentangmu aja yang terus berputar. Oke serius, paganisme adalah sebuah
kepercayaan/praktik spiritual pada zaman kuno yang percaya bahwa terdapat lebih
dari satu dewa dan dewi di dunia ini yang bertindak sebagai pengatur jalannya kehidupan. Untuk
media penyembahan, biasanya mereka menyembah poster Miyabi patung-patung, seperti yang ada di Mesir Kuno, Yunani Kuno, Romawi Kuno,
dan lain-lain itu loh. Dewa paling agung bagi mereka yaitu Dewa RA selaku dewa
matahari. Ritual pemujaan terhadap Dewa RA ini biasanya (kalo dulu sih, seingat
saya, maaf kalo salah, maaf aku telah mengkhianatimu dan berpaling pada yang
lain) dilakukan seharian penuh. Karena itu mereka meliburkan diri dari segala
pekerjaan dan urusan di satu hari tersebut. Hari itu kemudian disebut sebagai
hari minggu atau sunday. Sun artinya cium :* , hasssh, sun artinya matahari dan
day artinya hari. Bisa diterjemahkan secara harfiah, alamiah, dan basah sebagai
hari yang dikhususkan untuk menyembah sang dewa matahari, RA.
Dewa RA yang diabadikan dalam kartu Yu-Gi-Oh! |
Lalu apa
hubungan malem minggu sama kaum pagan? Mungkin begitu pertanyaan yang muncul di
benak kalian bagi yang tadi tidak membaca dengan seksama. Dan mungkin bagi yang
tadi membaca dengan seksama serta serius menganalisis pasti udah tahu
jawabannya kemudian sekarang pergi dari halaman ini, termotivasi menjadi orang
jenius, lalu diberi gelar doktor honoris causa oleh salah satu perguruan tinggi
tidak bernama di negeri ini. Tetap tenang bagi yang masih stay membaca tulisan
tak beradab ini karena saya akan menjawab pertanyaan itu sebentar lagi. Setelah
pesan-pesan berikut ini . . . . .
“Manfaatkanlah
waktumu sebaik mungkin. Jangan sia-siakan waktumu untuk hal yang tak berguna,
ngebaca blog ini misalnya” – Confuckcius, Filsuf KW2 China.
Woke
kembali lagi bersama tulisan saya. Hanya tulisan karena wujud saya yang
sebenarnya sedang sibuk bersantai di suatu tempat indah yang jauh dari
jangkauan masa lalu. Kembali ke topik, hubungan malem minggu dengan kaum pagan
tentunya tak hanya sebatas kekasih gelap atau bahkan cuma gebetan tanpa jadian.
Hubungan malem minggu dengan kaum pagan lebih kuat dan kental daripada itu.
Malem minggu seakan menjadi istri ke nol (lebih dicintai dari istri pertama)
bagi para kaum pagan. Begitu disayang-sayang karena dia menjadi simbol
kebebasan dari hiruk pikuk pekerjaan sehari-hari. Begitu dikagum-kagumi karena
dia menjadi awal kebahagian untuk menyembah sang matahari pujaan di hari
minggu. Keantusiasan kaum pagan terhadap malem minggu pada jaman dulu
disalurkan lewat update status dan menyinggung para kaum-kaum jomblo. Eh itu
sekarang nding, kalo jaman dulu sih disalurkan lewat berkumpul nyanyi-nyanyi,
menari, dan bertukar cerita dengan tetangga. Sambil minum-minum bir dan makan
bersama juga bisa. Pokoknya mereka melepas stres agar di hari minggu tanpa
beban pikiran dan penuh totalitas melakukan ritual penyembahan.
Jelaslah
sudah sekarang hubungan malem minggu dengan para kaum pagan. Ternyata mereka
saudaraaaaah! *zoom in* ,*bicara dalam ati*, “aku nggak bisa biarin semua ini
didengar banyak orang, atau harta warisan itu tak bisa jadi milikku, cih” *zoom
out* ,*taruh racun di minumannya*. Bzzzzzt. Hubungan sebenarnya mereka memang
saudara, karena malem minggu sudah seperti anak yang dilahirkan dari
kepercayaan kaum pagan. Malem minggu yang jaman dulu kemudian mempunyai cucu cicit
sampai dikenal dengan budaya malem mingguan yang kita kenal sekarang. Pemandangan
berupa pasangan muda-muda yang saling pegangan tangan, makan malam,
jalan-jalan, tebas-tebasan, bunuh-bunuhan kerap terlihat di tiap sudut kota dan
losmen dikala malem minggu. Bagi yang enggak pacaran, mereka berkumpul di
tempat-tempat gaul untuk sekedar berkumpul dan nongkrong. Tak lupa pula
check-in via gamebot atau tamagochi biar eksis di mata khalayak ramai. Diantara
kedua kelompok yang aktif di malem minggu tersebut ada kelompok yang begitu
revolusioner memberi gebrakan baru pada malem minggu. Mereka berdiam diri di
kamar sambil berfilsafat!!!!!!!. Wuihhh, hebat kan. Kelompok penyendiri ini
biasanya mengelak dari tuduhan sebagai seorang jomblo gabut dan lebih memilih
untuk berargumen bahwa mereka sedang memanfaatkan waktu sebaik mungkin tanpa
hura-hura yang nggak penting.
Terlepas
dari bahasan termasuk yang manakah kelompokmu, hal tersebut bukanlah masalah
yang penting. Masing-masing individu punya cara tersendiri untuk menggunakan
waktunya. Ada kalanya kita memadu kasih, ada kalanya kita berbagi cerita pedih,
dan ada kalanya kita sendirian istirahat dari letih. Semua kegiatan yang
dilakukan tidak ada yang buruk, baik semua kok. Bagi yang merayakan malem mingguan
berarti telah menjaga kelestarian budaya nenek moyang kita. Lalu bagi yang
menyendiri dan tidak merayakan berarti sudah membuat sebuah gebrakan modern
dari tradisi primitif itu tadi. Bukankah itu kolaborasi unik yang saling
melengkapi?
Yuhuuu. Begitulah. Berakhir sudah pembahasan kajian historis amis
tentang malem mingguan sebagai warisan budaya kaum pagan ini. Demigod, tidak
ada unsur kesengajaan atau keseenakan untuk menyinggung kelompok tertentu. Tulisan ini resmi hanya untuk berbagai
informasi tanpa nasi atau unsur-unsur provokasi. Tapi saya minta maaf bila ada
pihak yang tersinggung. Minta maaf juga bagi kelompok-kelompok yang tadi belum
saya sebutkan seperti kelompok santri, kelompok pedangdut, kelompok oplosan,
atau pun kelompok ekstrimis lainnya yang juga berkontribusi untuk menyemarakkan
pagelaran malem minggu di seluruh penjuru dunia.
Terimakasih
sudah membacaaa~ edisi berikutnya akan dibahas tentang konspirasi malem minggu
oleh para kapitalis dan mengapa saya bisa sok-sok eksis punya blog lagi.
Yuhhuu, Babay~